MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR : MASYARAKAT PEDESAAN DAN PERKOTAAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.        Latar Belakang
Masyarakat pedesaan di Indonesia tergolong masyarakat yang jauh tertinggal, hal ini disebabkan keberedaan wilayah yang jauh dari pusat pembangunan Nasional, bahkan hampir tidak tersentuh oleh pembangunan Nasional. Beberapa metode dan pendekatan telah dikembangkan untuk memahami masalah dan membantu merumuskan kebijakan guna memecahkan masalah pembangunan pedesaan.
Di Indonesia, pertumbuhan penduduk semakin meningkat, terutama di daerah perkotaan. Banyak masyarakat desa mencari kehidupan yang lebih baik di perkotaan. Mereka berfikir bahwa di perkotaan adalah sumber mata pencaharian terbesar dibandingkan di pedesaan. Mereka juga menganggap bahwa kehidupan di kota lebih baik daripada di desa. Namun, pada kenyataannya kehidupan di kota tidak sebaik yang mereka bayangkan. Dalam hal ini penulis akan membahas dan menjelaskan tentang ruang lingkup perbedaan masyarakat pedesaan dengan masyarakat kota.
1.2.        Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian masyarakat perkotaan dan perbedaan dengan masyarakat pedesaan ?
2.      Bagaimana hubungan masyarakat perkotaan dengan masyarakat pedesaan?
3.      Apa aspek positif dan negatif dari lingkungan perkotaan?

1.3.        Tujuan Penelitian
1.    Agar mengetahui ciri masyarakat pedesaan dan perkotaan
2.    Mengetahui tentang kelebihan dan kekurangan masyarakat yang tinggal di pedesaan atau perkotaan


BAB II
PEMBAHASAN
2.1.        Masyarakat Pedesaan
Membahas tentang masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan dirasa penting terkait dengan pembangunan yang orientasinya banyak di curahkan ke pedesaan. Dalam kaitan ini maka pedesaan meiliki arti tersendiri dalam kajian struktur sosial atau kehidupannya. Dalam kondisi yang “sebenarnya”, desa masih dianggap sebagau standar dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti gotong-royong, tolong-menolong, keguyuban, pesaudaraan, kesenian, kepribadian dalam berpakaian, adat-istiadat, moral-susila, dan lain-lain.
Janganlah dibayangkan bahwa desa merupakan tempat orang yang bergaul dengan rukun, tenang, selaras, dan akur, karena justru dengan adanya kedekatan itulah maka konflik atau persaingan yang berlatar belakang kehidupan sehari-hari sangat mudah timbul. Misalnya terkait dengan soal tanah, perkawinan, perbedaan antara kaum muda dan kaum tua, dan lain-lain. Memang benar, untuk hal-hal tertentu, desa merupakan tempat yang tenang dan menentramkan, akan tetapi konsep hidup bekerja keraslah yang menjadi syarat pokok untuk dapat hidup di desa.
Persekutuan hidup yang paling kecil dimulai saat manusia primitif mencari makan dengan berburu, sebagai migrator dan nomad dengan jumlah 10-300 orang. Jumlah ini disesuaikan dengan persediaan suatu persekutuan hidup permanent pada suatu tempat, kampung atau babakan dengan sifat khas yaitu:
1.      Kekeluargaan
2.      Adanya kolektivitas dalam pembagian tanah dan pengerjaannya
3.      Adanya kesatuan ekonomis yang memenuhi kebutukan sendiri.
Persekutuan hidup ini kemudian berubah dengan perkembangannya sistem kapitalisme dan masyarakat industri karena perkembanganya ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat desa menjadi suatu persekutuan hidup dan kesatuan sosial didasarkan atas prinsip:
1.      Hubungan kekerabatan (geneologis),
2.      Hubungan tinggal dekat (teritorial),
3.      Tujuan Khusus yang ditentukan oleh faktor ekologis,
4.      Prinsip yang datang dari “atas” oleh aturan dan udang-undang.
Desa adalah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat dengan pemerintahannya sendiri. Desa merupakan perwujudan geografi, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang terdapat di suatu daerah dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan derah lain. Pengertian lain tentang desa adalah suatu daerah yang penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri memiliki pergaulan hidup yang saling mengenal antara ribuan jiwa, danya pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan kebiasaan dan cara berusaha yang paling umum adalah argraris dengan pengaruh iklim, keadaan alam, kekayaan alam yang kuat, sementara pekerjaan bukan agraris hanyalah seagai perkerjaan tambahan.
Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang kuat antar sesama warga desa, yaitu perasaan bahwa setiap anggota merupakan bagian yagn tidak dapat dipisahkan dari masyarakat di mana ia hidup dan meiliki perasaan bersedia berkorban setiap waktu demi masyarakatnya.
Ciri masyarakat pedesaan antara lain memiliki hubungan yang mendalam dan erat antar aggotannya dibanding  dengan masyarakat di luar batas wilayahnya, hidup berkelompok atas dasar kekeluargaan, sebagian besar hidup dari pertanian dengan sifat masyarakat yang homogen dalam mata pencaharian, agama, adat istiadat, dan lain sebagainya.
Sebagaimana disebutkan bahwa dalam kehidupan masyarakat pedesaan penuh dengan ketegangan-ketegangan sosial sehingga pandangan bahwa hidup di desa adalah tenang dan damai, hal itu perlu di tinjau kembali. Beberapa gejala sosial yang sering timbul dalam masyarakat pedesaan antara lain:
1.    Konflik
Masyarakat desa sebenarnya penuh masalah dan banyak ketegangan karena setiap hari warga desa salalu berdekatan satu dengan yang lain. Interaksi sosial yang kuat inilah yang lebih banyak memberikan kesempatan terjadinya ledakan dari ketegangan-ketegangan yagn ada sehingga timbul pertengkaran.
2.    Kontroversi
Pertentangan ini disebabkan oleh perubahan konsep-konsep kebudayaan, psikologi atau dalam hubungannya dengan guna-guna. Para ahli hubukm adat mengatasi masalah ini dengan tinjauan dari sudut kebiasaan masyarakat.
3.    Kompetisi
Masyarakat pedesaan adalah manusia-manusia yang memiliki sifat sebagai manusia yang memiliki saingan, dalam artian positif dan negatif. Dikatakan positif manakala wujud persaingan tersebut dapat saling meningkatkan usaha dan dikatakan negatif manakala persaingan tersebut berhenti pada sifat iri, saling melontarkan fitnah dan hal-hal yang tidak ada manfaatnya.
4.    Kegiatan dalam masyarakat
Masyarakat pedesaan memiliki penilaian yang tinggi terhadap wargannya yang suka bekerja keras tanpa bantuan pihak lain, bukan merupakan masyarakat yang senang duduk diam tampa pekerjaan. Berbagai perangsang untuk dapat menarik aktivitas masyarakat pedesaan paa umumnya memiliki sifat tidak bodoh, tidak kolot, dan tidak malas, malinkan sebaliknya, bekerja keras agar tidak mati kelaparan dan nrimo, menyerah kepada takdir karena merasa tidak berdaya.
Pada Masyarakat pedesaan berkembang sistem nilai budaya atau cara berfikir dan mentalitas yang bersifat religio-magis, antara lain:
1.      Menganggap bahwa hidupnya sebagai sesuatu hal yang buruk, pernuh dosa dan kesengsaraan, yang oleh karenannya harus diahadapi dengan belaku priharin dan penuh usaha.
2.      Menganggap bahwa orang berkerja itu untuk hidup dan kadang-kadang untuk mencapai kekayaan.
3.      Berorientasi pada masa sekarang, kurang memperdulikan masa depan, bahkan kadang-kadang rindu akan masa lampau yang berkelimang kekayaan.
4.      Menganggap bahwa alam tidak menakutkan sehingga manakala terjadi bencana alam diterima sebagai sesuatu ayng memang wajib diterima dengan usaha menyesyuaikan diri dengan alam, tidak adanya upaya untu kmenguasai alam.
5.      Cara menghadapi alam adalah dengan pola hidup begotong-royong karena kesadaran bahwa mereka tidak mampu hidup sendiri.
2.2.        Masyarakat Perkotaan
Disebut urban community. Perhatian khusus masyarakat kota tidak terbatas pada aspek-aspek seperti pakaian, makanan, dan perumahan, tetapi mempunyai perhatian yang lebih luas lagi, yaitu memandang penggunaan kebutuhan hidup dengan pertimbangan pandangan warga sekitar. Makanan., pakaian, dan perumahan bukan lagi sebagai pemenuhan kebutuhan biologis, tatapi kebutuhan sosial. Misalnya, pakaian yang dipakai bukan lagi sebagai alat menutup aurat tetapi lebih pada perwujudan kedudukan sosial si pemakai. Ada beberapa ciri menonjol masyarakat kota:
1.    Kehidupan keagamaan sudah berkurang. Kegiatan-kegiatan keagaamaan hanaya tampak di tempat-tempat ibadah dan di luar itu masyarakat beraada dalam lingkungan kehidupan ekonomi dan perdagangan yang cenderung ke arah duniawi. Beda dengan masyarakat-masyarakat pedesaan dengan ciri kehidupan keagamaanya.
2.    Pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung kepada orang lain (Sifat perorangan/individualis). Seringkali terjadi bahwa kehidupan keluarga sering sukar dipersatukan karena perbedaan kepentingan, paham politik, perbedaan agama, dan sebagainya.
3.    Pembagian kerja lebih tegas dan mempunyai batas yang nyata. Misalnya seorang pegawai negeri lebih banyak bergaul dengan teman-teman pegai negeri daipada bergaul dengan pedagang, seniman atau yang lain. Masin-masing orang akan merasa lebih pas begaul dengan orang orang yang di pandang juga merupakan kelompoknya.
Perkembangan kota menrupakan manifestasi dari pola kehidupan sosial, ekomnomi, kebudayaan, dan politik yang kuantitas dan kualitasnya di tentukan oleh tingkat perkembangan dan pertumbuhannya. Secara umum dikenal bahwa suatu lingkungan perkotaan seyogyanya mengandung lime unsur yang meliputi :
1.    Wisma : unsur ini merupakan bagian ruang yang dipergunakan untuk tempat belindung terhadap alam serta untuk melangsungkan kegiatan sosial dalam keluarga.
2.    Karya: merupakan syarat utama bagi eksistensi suatu kota karena unsur ini merupakan jaminan bagi kehidupan bermasyarakat.
3.    Marga: merupakan ruang perkotaan yang berfungsi untuk menyelenggarakan hubungan internal dan eksternal, termasuk di dalamnya upaya perngembangan jaringan jalan dan telekomunikasi.
4.    Suka: merupakan bagian dari ruang perkantoran untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan fasilitas hiburan, rekreasi, pertamanan, kebudayaan, dan kesenian.
5.    Penyempurna: termasuk fasilitas keagamaan, makam, fasilitas pendidikan, kesehatan, dan jaringan utilitas umum.
Kebijakan perencanaan dan pengembangan kota harus dilihat dalam rangka pendekatan yang luas, yaitu pendekatan regional dengan upaya penanganan permasalahan kota antara lain:
1.    Menekan angka kelahiran.
2.    Mengalihkan pusat pembangunan industri ke pinggiran kota.
3.    Membendung urbanisasi.
4.    Mendirikan kota satelit dimana pembukaan usaha relatif rendah.
5.    Transmigrasi bagi warga miskin dan tidak memiliki pekerjaan.
Komunitas atau masyarakat perkotaan sering diindentifikasikan dengan masyarakat modern (maju), dan tidak jarang pula dipertentangkan dengan masyarakat pedesaan yang akrab dengan predikat masyarakat tradisional manakala dilihat dari aspek kulturnya. Spesifikasi masyarakat kota atau masyarakat maju antara lain:
1.    Hubungan antar anggota masyarakat nyaris bertumpu pada pertimbangan untuk kepentingan masing masing pribadi warga kota tersebut.
2.    Hubungan dengan masyarakat perkotaan lainnya berlangsung secara terbuka dan saling berinteraksi.
3.    Warga kota yakin bahwa iptek memiliki manfaat yang signifikan dalam menigkatkan kualitas kehidupan.
4.    Masyarakat kota berdiferensisasi atas dasar perbedaan profesi dan keahlian sebagai fungsi pendidikan dan pelatihan.
5.    Tingkat pendidikan masyarakat kota relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan.
Spesifikasi berkala individu sebagai warga masyarakat kota antara lain sebagai berikut:
1.    Senantiasa menerima perubahan setelah memahami adanya kelemahan-kelemahan dari kondisi yang rutin.
2.    Peka terhadap masalah dan menyadari bahwa masalah tersebut tidak lepas dari dirinya.
3.    Tebuka bagi pengalaman-pengalaman baru (inovasi) disertai sikap yang tidak aprirori atau prasangka.
4.    Setiap pendirianya selalu dilengkapu dengan infoasi yang akurat
5.    Orientasi pada waktu yang bertumpu pada logika bahwa waktu lampau adalah pengalaman, waktu sekarang adalah fakta, dan waktu mendatang adalah harapan yang mesti diperjuangkan.
Spesifikasi masyarakat dan individu di daerah perkotaan tidaklah mudah diperoleh dan dimiliki oleh masyarakat dan individu yang bersangkutan. Tidak bisa dipungkiri bahwa fugsi pendidikan, pelatihan, pengidentifikasian, dan pengadaptasian nilai-nilai kehidupan yang maju telah menjadi bagian integral dalam masyarakt perkotaan. Ada beberapa kendala yang mengganggu usaha pengembangan manusia yang maju, antara lain:
1.    Kekurangmampuan diri dalam membaca dan memahami peran-peran pihak lain, atau populer disebut empati, dan rendahnya tingkat aspirasi dan kegairahan untuk melihat masa depan.
2.    Ketidakmampuan untuk menunda kepuasan atau keinginan yang berlebih akan sesuatu kebutuhan.
3.    Langkannya daya kreasi dan inovasi.
Individu dan masyarakat perkotaan memiliki lebih banyak peluang untuk berperan sebagai pembawa proses pembaharuan, dimana dalam proses pembaharuan tersebut sarat dengan upaya pemecahan sejumlah masalah yang berkembang. Da;am kaitan dengan perkata tadi, Nichoff  (Pudjiwati Sagoyom 1985) menampilkan sejumlah kiat sebagai acuan bagi para pelaku atau aktor pembaharuan atau pembangunan. Kiat-kiat yang dibangun antara lain:
1.    Kemampuan berkomunikasi secara ajeg, baik dalam menghadapi massa atay public, maupun dalam tatap muka secara personal, atau apa yang populer disebut face to face.
2.    Kemampuan melakukan antisipasi dalam masyarakat lewat keterampilan beradaptasi dengan nmemanfaatkan fungsi bahasa, gagasan (ide), peralatan (sistem teknologi), dan potensi-potensi lain yang relevan dengan tuntutan atau masalah yang tengah berkembang.
3.    Kemampuan untuk mendemonstrasikan gagasan dan teknologi baru sehingga meyakinkan  pihak-pihak lain untuk menerima pembaharuan tersebut.
4.    Mendorong pihak lain untuk berpartisipasi dalam bersaing dalam mencoba dan melanjutkan gagasan-gagasan baru.
5.    Mengupayakan agar menerima unsur-unsur baru.
Semua spesifikasi dan kemampuan tersebut lebih banyak bertumpu para pelaku, pemeran, atau aktor pembaharuan, atau pelaku pembaharuan yang sering secara populer disebut dengan agent of change. Spesifikasi yang ada pada penerima pembaharuan atau pembangunan antara lain sebagai berikut ini. Pertama, adanya motivasi untuk timbulnya rasa membutuhkan dan memiliki pemahaman akan manfaat serta nilai praktis dari unsur-unsur baru tersebut. Kedua, sifat kepemim[inan, baik dalam kelembagaan struktural (negara, birokrat) maupun kelompok sosial. Ketiga, struktur sosial, baik dalam peran-peran individual maupun dalam status soasial lainnya. Keempat, pengelompokan individu, baik atas dasar subkultur (kelompok etnik) maupun atas dasar politis, apakah itu berskala keompok birokratlokal, regional, ataupun nasional. Kelima, pola perekonomian yang meliputi sistem produksi, distribusi, konsumsi, diferensasi kerja dan alokasi waktum serta nilai kepemilikan tanah (lahan) dan nilai kebendaan lainnya. Keenam, kepercayaan masyarakat yang meliputi sistem agama, mistis, dan presepsi yang berkaitan dengan kesehatan, kebersihan lingkungan, dan persepsi tentang keadaan yang memerlukan perubahan.
Orientasi masyarakat perkotaan antara lain meninggalkan unsur- unsur kehidupan sosial yang memang mesti di tinggalkan atau di tambah, mengadopsi dan mengadaptasi unsur-unsur baru, menyerap unsur- unsu modern dalam rangka menelusuri dan menggali serta menemukan nilai-nilai kepribadian atau jatidiri sebagai bangsa yang bermartabat. Dalam suatu perubahan pasti ada sejumlah faktor kekuatan penggerak proses perubahan, antara lain sikap mental yang mampu menghargai karya dan prestasi orang lain, kemampuan untuk siap memberikan toleransi terhadap adanya sejumlah penyimpangan dari kondisi rutin dan semua itu dijadikan penguat untuk hasrat berubah, sebab memang pada dasarnya masnusia itu sebagai makhluk yang suka menyimpang dari kondisi rutinitas, yaitu sebagai homo-deviant dan sekaligus sebagai makhluk pengabdi omo-devinant, mengargai suatu inovasi dan mampu memberikan penghargaan pada siapapun yang berinovasi, baikpada bidang sosial, ekonomi, dan iptek, dan tersediannya fasilitas dan pelayanan pendidikan dan pelatihan yang berkualitas progresif, demokratis, dan terbuka bagi siapapun yagn mengaksesknya.
Posisi norma-norma tradisional dalam aren proses perubahan atau modernisasi adalah sebagai berikut:
1.    Sebagai penghambat proses modernisasi.
2.    Ada yang berpotensi untuk dikembangkan, disempurnakan, dimodifikasi, sehingga kondusif dalam menghadapi proses prerubahan.
3.    Ada pula yang memang relevean degnan unsur-unsur baru yang menjadi muatan arus perubahan atau modernisasi.
Masyarakat kota, atau urban community, sering menyandang predikat sebagai innovator. Spesifikasi dari masyarakt ini antara lain:
1.    Dalam membentuk hubungan sosial apapun, orientasi kepentingan pribadi lebih dominan.
2.    Hubungan dengan masyarakat luar atau lain terbuka, baik secara teritorial maupun secara kultural.
3.    Yakin bahwa iptek bermanfaat secara signifikan dalam upaua meningkatkan kuatlitas kehidupan.
4.    Berdedikasi atas dasar profesi dan keahlian sebagai fungsi pendidikan dan pelatihan.
5.    Aturan-aturan yang berlaku berorientasi pada aturan atau hukum formal dan bersifat kompleks.
6.    Tatanan ekonomi bertumpu pada ekonomi pasar degan orientasi pada nilai-nilai uang. Persaingan, dan nilai-nilai inovatif lainnya. Spesifikasi ini berlaku untuk skala kelompok atau masyarakat.



2.3.        Perbedaan Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan.
Secara umum, perbedaan antara masuakat perkotaan dan masyakat pedesaan adapat dilihat dari beberapa karakteristik berikut:
1.    Lingkungan umum dan orientasi terhadap alam masyarakat desa berhubungan kuat dengan alam keran lokasi geografisknya, sebaliknya, kehidupan masyarakat kota bebas dari realitas alam.
2.    Perkerjaan atau Mata Pencaharian Kebanyakan mata pencaharian penduduk di daerah pedesaan adalah bertani. Masyarakat kota memiliki mata pencaharian yang cenderung menjadi terspesialisasi yang dapat dikembangkan.
3.    Komunitas pedesaan biasanya lebih kecil dari komunitas perkotaan. Imbangan tanah dengan manusia di desa cukup tinggi bila di bandingkan dengan industri.
4.    Penduduk desa memiliki kepadatan lebih rendah di bandingkan penduduk kota.
5.    Homogienitas atau persamaan dalam ciri-ciri sosial dan psikologi, bahasa, kepercayaan, adat istiadat, dan perilaku tempak pada masyarakat pedesaan, heterogenitas masyakat perkotaan disebabkan karena ada tarik mata pencaharian, pendidikan, komunitas dan transportasi.
6.    Heterogenitas penduduk kota berindikasi pentingnya derajat yang tinggi dalam diferensasi sosial: fasilitas sosial, pendidikan, rektreasi, agama, bisnis, dan fasilitas perumahan menyebabkan terorganisinya berbagai keperluan, pembagian pekerjaan dan kesalingtergangtungan. Homogenitas alami yagn tinggi dari penduduk desa, relatif berdiri sendiri menyebabkan rendahnya diferensasi sosial dengan derajat yang rendah.


2.4.        Hubungan Desa-Kota
Ada relasi struktural dan fungsionalk antara desa dengan kota dan juga terdapat perbedaan, yaitu perbedaan intensitas satu unsur (sifat tani di desa lebih jelas dari pada di kota) dan perbedaan kelengkapan yang menyangkut beberapa jenis unsur (tidak ada desa yang mampu mengisi seluruh kebutuhan pokoknya). Masyarakat pedesaan dapat dipahami apabila dihubungkan dengan keterpaduan menyeluruh yang lebih besar, yaitu perkotaan. Kategori masyakat desa timbul bila sudah terintergerasi menjadi bawahan penguasa dari liar sistem sosialnya (kota). Berkuasanya penguasa dari luar itulah aygn membedakan masyakat pedesaan dengan masyakat lain. Hubungan masyarakat pedesaan dengan perkotaan merupakan hubungan pheriperal, dimana kedudukan untuk mendukung kelas penguasa politik dan keagamaan, serga kaum terpelajar (elite) dari suatu tradisi besar.
2.5.        Urbanisasi
Urbanisasi adalah suatu proses perpindahan penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinnya masyarakat perkotaan atau suatu proses terjadinnya masyakat perkotaan atau penduduk suatu negara untuk berdiam di pusat- pusat perkotaan.
Urbanisasi adalah sautu proses dengan tanda tanda sebagai berikut:
1.    Terjdinnya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota.
2.    Bertambah besarnya jumlah tenaga kerja non-argraria di sektor sekunder dan tersier.
3.    Tumbuhnya pemukiman menjadi kota
4.    Meluasnya pengaruh kota di daerah pedesaan dari sisi ekonomi, sosial, kebudayaan dan psikologis.


Sebab-sebab terjadinya urbanisasi dirangkum sebagai berikut :
1.    Adanya pertambahan penduduk secara alamiah.
2.    Terjadinnya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota.
3.    Tertariknya pemukiman pedesaan ke dalam lingkup kota sebagai akibat perkembangan kota yang sangat pesat di berbagai bidang terutama yang berkaitan dengan tersedannya kesempatan kerja.
Apabila dijabarkan, penyebab urbanisasi dapat dikelompokan ke dalam faktor-faktor pendorong (faktor-faktor yang ada pada masyarakat pedesaan atau daerah asal ayng mendorong penduduk desa untuk meninggalkan daerah tempat kediamannya menuju daerah tujuan) dan faktor-faktor menarik (faktor-faktor yang ada di perkotaan atau daerah tujuan yang mampu menarik penduduk desa untuk pindah dan menetap di perkotaan atau daerah tujuan).
1.    Faktor-faktor Pendorong
a.    Timbulnya kemiskinan di pedesaan.
b.    Adat istiadat yang ketat yang menyebabkan cara hidup yang monoton.
c.    Tidak banyak kesempatan menambah pengetahuan.
d.    Rekreasi.
e.    Meingkatnya pasar yagn lebih luas bagi hasil kegiatannya.
f.     Kegagalan panen
2.    Faktor-faktor penarik
a.    Anggapan banyak dan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan penghasilan.
b.    Usaha mencari pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan untuk mengangkat posisis sosial.
c.    Menghindar dari kontrol sosial yang terlalu ketat.
d.    Anggapan lebih banyak kesenpatan mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri.
e.    Kelebihan modal lebih banyak.
Urbanisasi adalah bentuk hubungan paling nyata antara desa dan kota. Pengaruh kota terhadap desa adalah Urbanisme, yaitu gaya kehidupan kota. Beberapa warga desa karena proses urbanisasi kemudian tinggal di kota tetapi tidak mampu melepaskan sama sekali hubungannya dengan desa, yang pada saat kembali ke desa membawa beberapa unsur kehidupan kota. Pengaruh desa pada kota adalah incapsulation, yaitu seorang individu dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan baru tetapi dalah hal-hal tertentu masih belum dapat meninggalkan cra hidup pedesaannya. Tinggal di kota tetapi belum dapat menjadi orang kota.
Akibat lain urbanisasi:
1.    Terbentuknya sub-urb, tempat0tempat pemukiman baru di pinggiran kota, yang terjadi sebagai akibat perluasan kota kerana pusat kota tidak mampu lagi menampung arus perpindahan penduduk dari desa.
2.    Meningkatnya tunakarya, yaitu orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap.
3.    Pertambahan penduduk yang cepat menimbulkan permasalahan pemukiman.
4.    Lingkungan hidup yang tidak sehat.

2.6.        Partisipasi Masyarakat Desa dalam Pembangunan
Tujuan pembangunan desa identik dengan tujuan pembangunan nasional,yaitu membangun manusia Indonsia seutuhnya dan seluruh masuakat Indonesia, yang secara rinci meliputi:
1.    Tujuan ekonomis: meningkatkan poduktifitas di derah pedesaan dalam rangka mengurangi kemiskinan.
2.    Tujuan sosial: memeratakan kesejahteraan penduduk desa.
3.    Tujuan kultural: meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa pada umumnya.
4.    Tujuan politis: menumbuhkan dan mengembangkan partisipasi masyakat desa secara maksimal dalam menunjang usaha-usaha pembangunan serta dalam memanfaatkan dan mengembangkan hasil-hasil pembangunan.
Partisipasi masyakat dalam pembangunan tidak hannya berarti masyakat memikul beban pembangunan dan tanggung jawab pelaksanannya saja, tetapi juga dalam menerima kembalu dan memanfaatkan hasil-hasil pembangunan. Partisipasi masyakat menyangkut dua aspek, ayitu aspek hak dan aspek kewajiban. Hak, karena apda dasarnya setiap masyakat mempunyai eluang untuk memanfaatkan kesempatan yang timbul dalam proses pembangunan di samping juga berhak untuk menikmati hasil pembangunan. Kewajiban, karna pada dasarnya semua warga masyakat wajib ikut serta memikul beban pembangunan dan mensuseskan jalannya pembangunan.
Dalam partisipasi, nilai nilai kemanusiaan tetap di junjung tinggi, artinya bahwa berpartisipasi tidak hannya berarti menyumbangkan tenaga tanpa di bayar, tetapi berpartisipasi harus diartikan yang lebih luas,. Yaiotu ikut serta. Ini untuk menghindarkan rakyat pedesaan dari status sebagai sasasran pembangunan atau sebagai objek pembangunan tetapi menempatkan rakyat sebagai subjek atau pelaku pembangunan. Oelh karena itu partisipasi masyakat desa harus meliputi semua tahapan partisipasi, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan.



BAB III
PENUTUP


3.1.        Kesimpulan
-       Komunitas desa adalah, sekumpulan orang yang tinggal jauh dari daerah perkotaaan yang jumlah penduduknya kurang dari 2500 jiwa dan sebagian besar bermatapencaharian bertani karena masih sangat bergantung pada alam.
-       Masyarakat perkotaan sering juga disebut urban community. Pengertian masyarakat kota lebih ditekankan pada sifat-sifat kehidupan serta ciri-ciri kehidupannya yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Masyarakat kota memiliki tatanan yang heterogen sehingga kelompoknya lebih dinamis. Masyarakat kota mempunyai daya tarik bagi masyarakat desa untuk melakukan urbanisasi. Terdapat perbedaan antara Rural Community dan Urban Community
3.2.        Saran – saran
Demikianlah yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini. Tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahan karena terbatasnya pengetahuan dan rujukan yang saya miliki dalam menyusun makalah tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Hanafie, Sri Rahaju Rita. 2016. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: CV Andi Offset.

Comments

Popular posts from this blog

Proposal Rencana Bisnis

Review Jurnal